Kampoeng News
Kampoengnews.com- Rambut panjang bagi laki-laki, khususnya di Indonesia sering kali mengundang pro dan kontra. Hal ini terjadi karena rambut panjang bagi laki-laki di Indonesia dipandang kurang sopan oleh sebagian masyarakat tertentu, khususnya di desa. Bagi yang pro dengan hal tersebut berargumen bahwa rambut panjang merupakan sunnah rasul.
Sebagai umat Islam, sudah seyogianya bila meniru tindak-tanduk Nabi Muhammad SAW yang sebagai panutan dalam beragama, termasuk dalam hal menata rambut. Sedangkan bagi yang kontra, mereka berargumen bahwa Nabi Muhammad SAW memiliki rambut panjang karena memang kebiasaan atau salah satu adat orang laki-laki Arab adalah berambut panjang. Dan itu bukan merupakan sunnah rasul yang dianjurkan bagi seluruh umatnya yang laki-laki.
Dalam hal ini, akan dibahas hadis tentang sifat rambut Nabi Muhammad SAW, serta implementasi hadis tersebut. Berikut adalah hadis tentang sifat rambut nabi Muhammad SAW:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَزِيْدُ بْنُ هَارُوْنَ أنْبَأَنَا جَزِيْرُ بْنُ حَازِمٍ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ شَعْرُ رَسُوْلِ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَعْرًا رَجِلاً بَيْنَ أُذُنَيْهِ وَ مَنْكِبَيْهِ. رواه ابن ماجه
“Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Bakar bin Abu Syaibah; dari Yazid bin Harun; dari Jazir bin Hazim; dari Qatadah; dari Anas: “Rambut Rasulullah SAW itu lurus ikal, dan terurai di antara kedua telinga dan bahunya”. (Sunan Ibnu Majah (Juz 4: 604)”
Dari redaksi hadis di atas, secara tekstual dapat dipahami bahwa panjang rambut Nabi adalah antara dua telinga dan dua bahunya. Namun, hal tersebut masih abstrak bila digunakan sebagai hujjah yang universal untuk melaksankan sunnah rasul.
Untuk mengetahui sabab al- wurud hadis di atas adalah melalui qaul para sahabat yang memang notabene nya mereka adalah saksi hidup dan berinteraksi langsung dengan Nabi Muhammad SAW. Salah satu nya adalah sahabat Anas bin Malik (khadim Nabi Muhammad SAW) yang menjelaskan dalam riwayatnya.
Dalam hal ini, terdapat variasi riwayat Anas bin malik mengenai sifat rambut Nabi SAW. Anas bin Malik mengatakan bahwa panjang rambut Nabi Muhammad SAW adalah antara dua telinga dan dua bahunya. Dalam riwayat lain, Anas bin Malik mengatakan bahwa panjang rambut Nabi melewati dua telinganya. Dan pada riwayat yang lain, Anas bin Malik mengatakan bahwa panjang rambut Nabi sampai dua bahunya.
Berdasarkan variasi riwayat Anas bin Malik, para ulama berpendapat bahwa adanya perbedaan riwayat tersebut disebabkan perbedaan waktu Anas bin Malik melihat rambut Nabi Muhammad SAW. Dapat ditarik kesimpulan bahwa Nabi pernah memiliki panjang rambut dengan tiga variasi. Yakni, hingga telinga, melebihi telinga (antara dua telinga dan dua bahu), dan sampai pada dua bahu.
Hal ini memberikan pengertian bahwa Nabi merapikan atau memotong rambutnya sehingga tidak pernah melebihi dua bahunya. Bahkan Nabi juga pernah mencukur rambutnya setelah menunaikan ibadah umrah dan haji. “Faid al-Qadir Syarh al-Jami’ al-Shaghir, (Juz 5: 74)”. Namun, belum ditemukan riwayat yang menjelaskan kurun waktu pemotongan rambut Nabi. Apakah seminggu sekali ataukah sebulan sekali. Hanya saja dalam sebuah riwayat Anas bin Malik dikatakan:
وَقْتَ لَنَا فِى قَصِّ الشّارِبِ وَتَقْلِيْمِ الْأَظْفَارِ وَنَتْفِ الْإِبْطِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ أَنْ لاَنَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
“Kami diberi batasan dalam memendekkan kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, agar tidak dibiarkan lebih dari 40 hari”. “Sahih Muslim: 258”
Riwayat Anas di atas digunakan oleh mayoritas ulama sebagai dasar batas kurun pemotongan rambut dan jenggot.
Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Nabi pernah memendekkan rambutnya dan pernah memanjangkan rambutnya, namun tidak sampai melebihi dua bahunya. Dan bahkan Nabi pernah mencukur rambutnya. Hal tersebut dilakukan oleh Nabi untuk merawat dan menjaga kebesihan dirinya.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa segala sesuatu yang datang dari Nabi merupakan sunnah. Namun, tidak semua sunnah Nabi wajib untuk diikuti. Terdapat sunnah Nabi yang tidak wajib untuk diikuti oleh seluruh umatnya. Yaitu sunnah jibiliyah, yakni perbuatan yang dilakukan Nabi SAW dalam kapasitas sebagaimana manusia biasa pada umumnya.
Jumhur ulama mengatakan tidak wajib mengikuti perbuatan Nabi yang dilakukan secara fitrah kemanusiaannya. Sebagaimana dalam hal tatanan rambut. Mayoritas ulama berpendapat bahwa tatanan rambut Nabi Muhammad menyesuaikan kebiasaan (adat) masyarakat Arab yang memang letak geografis tempat tinggal mereka adalah gurun pasir yang sangat panas sehingga mereka memilih berambut panjang untuk melindungi kepala mereka dari sengat terik matahari.
Implementasi hadis tentang panjang rambut Nabi Muhammad SAW apabila dikontekstualisasikan kepada laki-laki Indonesia adalah seyogianya menjaga kerapian rambutnya dengan cara memotong atau mencukurnya dengan sopan dan sesuai kebiasaan yang berjalan di Indonesia, yakni batas rambut laki-laki adalah hingga kedua telinga. Serta tidak membiarkan rambutnya tidak dipotong melebihi 40 hari.
Sebagaimana yang kita ketahui, tekstur rambut laki-laki lebih cepat pertumbuhannya dibanding dengan tekstur rambut perempuan. Apabila laki-laki memiliki rambut yang panjangnya melebihi batas wajar rambut laki-laki dan menyerupai dengan panjang rambut perempuan maka hal tersebut dilarang oleh Nabi. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah hadis:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتُ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
“Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki”.
Sumber : BincangSyariah.Com.